Guru Profesional Ibarat Seorang “Koki”

Aku selalu bertanya apakah aku seorang guru yang baik? Tidak mudah menemukan jawaban itu. Namun aku selalu berusaha dari hal yang kecil-kecil dan dekat denganku sebagai seorang guru. Yang kecil dan dekat itu adalah kelasku. Kelas bagiku bukan hanya sebuah ruangan yang berukuran 6 x 8 m tapi sebuah ruangan yang harus diisi dengan aroma menyegarkan bagi yang berada di dalamnya. Kelasku selalu ingin kujadikan surga kecil bagi yang memasukinya. Surga kecil yang akan selalu dirindukan oleh siapa saja yang pernah memasukinya.

Bagaimana caranya menghadirkan surga kecil di dalam kelas? Seorang guru pun bisa kita ibaratkan seorang koki. Mengapa? Pekerjaan seorang koki akan selalu meracik bumbu, memasak bahan makanan, dan menyajikan makanan yang diharapkan bisa dinikmati pelanggan/pembeli. Guru tentunya akan selalu mempersiapkan bahan-bahan ajar dan menyampaikannya pada siswa dengan harapan akan disukai dan dinikmati siswa.

Saat di dalam kelas, aku selalu berusaha menghidangkan menu-menu lezat tersebut agar siswaku betah sampai batas waktu harus meninggalkan kelas. Kepuasan tersendiri bila kumendengar celetukan,”Ya … habis?! Besok ketemu lagi ya, Pak.” Menu-menu lezat yang kuhidangkan bukanlah menu-menu instant, tapi menu-menu yang telah disiapkan dengan resep yang diramu dari beragam pengalaman yang berulang-ulang. Menu lezat berupa kelas yang indah dengan memberikan warna-warna dan tempelan-tempelan yang bisa memberikan semangat terhadap pelajaranku. Menu dengan metode-metode kreatif hasil modifikasi beragam pengalaman dengan melibatkan suasana antusias siswa.

Kadang tidak semua siswaku berselera menikmati hidangan yang telah kupikirkan dan kuracik dengan bumbu-bumbu pilihan. Ada yang bilang terasa hambar, ada yang bilang terlalu asin, bahkan ada yang bilang terlalu manis. Kubelajar menata hati untuk tidak mudah kecewa dan putus asa. Kebesaran jiwa untuk bertanya pada siapa saja yang telah banyak memiliki bumbu pengalaman agar menu lezatku benar-benar menjadi lezat. Aku yakin dengan terus mencoba dan memodifikasi beragam bumbu pengalaman rekan-rekan guru yang profesional maka akan tercipta menu lezat yang benar-benar lezat.

Ketika kita menikmati hidangan lezat tentunya akan semakin berasa bila didampingi dengan juice beraneka ragam buah. Menu makanan dalam bentuk metode-metode pembelajaran yang kreatif, maka juice buah yang diberikan bisa dalam bentuk pilihan kata-kata yang menyejukkan dan memotivasi. Menyampaikan menu agar sampai ke dasar hati siswa memang perlu dengan kata-kata menyentuh dan berirama. Kata-kata harus bergelombang dan menggelora. Akan sangat membosankan bila kata-kata itu hanya datar. Perlu belajar menggelombangkan kata-kata yang kita keluarkan agar berirama indah di telinga siswa kita. Siswa sekarang jelas berbeda dengan siswa beberapa periode yang lalu. Ibarat cangkir mereka punya hak untuk meminta apa yang isinya yang akan dikeluarkan oleh sebuah teko. Mereka bebas memilih apakah yang diinginkannya. Bisa teh, kopi, susu, cappuccino, dan lain-lain sesuai selera mereka. Guru yang akan diterima anak didik sekarang harus bisa belajar membuatkan racikan minuman yang pas dengan selera siswa. Kalau pun belum mengerti yang diinginkannya, kita harus belajar dan terus belajar menemukan rahasia racikan minuman yang diinginkan siswa kita.

Aku selalu mencari racikan makanan, juice, dan minuman dengan belajar pada banyak hal. Aku selalu menyisihkan waktu senggang yang kumiliki untuk menyusun skenario sebelum memasuki kelasku. Skenario yang ada dalam pikiran kubuat detil dengan langkah-langkah yang lebih nyata. Aku berusaha mendata siswa yang akan kuajar dan sedapat mungkin mengenalinya luar dan dalam serta kemampuan dan kepribadiannya agar aku mudah untuk menariknya ke dalam kelasku. Aku harus menyusun strategi agar dalam hal teknologi aku tidak ketinggalan dari siswaku. Aku akan selalu memanfaatkan beragam teknologi pengajaran agar menu materi yang kusajikan tampak berwarna di mata siswaku. Apabila makanan, juice, dan minuman rahasianya telah kita ketahui maka akan semakin mudah kita menarik hati siswa untuk mengikuti irama yang ingin kita sampaikan. Apabila resep, cara kerja dan kreativitas seorang koki kita pakai untuk guru dalam melaksanakan tugas di kelas, tentu guru akan dicari oleh para pelanggannya: siswa. Berdasarkan uraian di atas boleh dikatakan bahwa hampir tidak ada bedanya antara tuntutan tugas sebagai guru dengan profesi sebagai enterpreneur yaitu memuaskan penaggannya masing-masing. (Bambang Kariyawan YS, M.Pd., Guru Sosiologi SMA Cendana Pekanbaru)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *